Kamis, 10 April 2014

Pasar Jenar, Pusat Kuliner tradisional Purworejo

Pasar Jenar, terletak di jalan raya Purwodadi - Purworejo  tepatnya  di desa Jenar, strategis karena kalau naik angkutan umum bisa langsung turun di depannya. Seperrti  umumnya  pasar-pasar tredisional, pasar Jenar mempunyai hari-hari khusus ‘hari pasar’nya  yaitu Minggu, Selasa dan Jum’at. Terus hari biasa gimana? Hari-hari biasa selain hari pasarnya itu disebut ’warungan’ artinya tetap ada orang dagang tapi tak se‘pepak’ atau selengkap hari pasar yang 3 hari itu. Apa yang dijual? Semua ada, dari jajanan tradisional yang langka nan ndesooo, sayuran, buah, gerabah, gula jawa,  sampai baju,  alat dan bibit pertanian, dan hewan ternak. Jika menginginkan produk lautan anda bisa mendapatkan ikan, cumi, udang, kepiting (tergantung musim) dalam kondisi segar hasil tangkapan nelayan pantai selatan.
Pasar Jenar telah mengalami beberapa kali renovasi, dulu sebelum direnovasi lantai bangau-bangau (tempat berjualan yang dibuat agak tinggi) masih berlapis nekel tetapi sekarang sudah berkeramik. Jalan di dalam pasar dulu saat aku kecil hanya berupa batu-batu yang halus disusun landai dan masih tampak tanah-tanahnya sehingga saat musim hujan di dalam pasar pasti becek, tetapi sekarang telah diratakan dengan semen sehingga tidak sebecek dulu. Saat aku kecil di belakang pasar terdapat tanah yang agak lapang, sering kali digunakan untuk pertunjukan layar tancap.
Di wilayah Purwodadi - Bagelen sebenarnya ada 3 pasar tradisional yang cukup besar yaitu: pasar Jenar dan pasar Purwodadi (wilayah Kec. Purwodadi) dan pasar Krendetan (Kec. Bagelen) . Tetapi di antara ketiganya yang paling rame dan masyhur adalah pasar Jenar untuk wilayah Purworejo.   Mengapa? Mungkin karena strategis, terjangkau dan murah. Tidak jaug dari stasiun kereta api Jenar,dan mudah di jangkau dari pusat kota Purworejo. Banyak juga pedagang dan pembeli berasal dari luar kecamatan seperti dari kota Purworejo, Kutoarjo, Banyuurip. Ramee gitu. Bahkan ada pedagang dari kulon progo yang berdagang di pasar jenar.
Yang menjadi incaran utamaku jika ke pasar Jenar adalah jajanan pasar. Makanan khasnya sego peneg atau sekul peneg khas Ngandul. Saya juga gak tau, kenapa untuk wilayah Jenar- Bagelen, makanan ini sangat dinikmati dan sering diomongin oleh perantau . Padahal apa si sego peneg itu? Nasi, sayur nangka muda bumbu lodeh biasanya dibungkus daun jati, tempe-ayam, telur   bumbu opor putih yang dapat kita buat sendiri, tetapi akan jadi beda: lebih nyuus kalau itu dimasak ala Ngandul; nama padukuhan di desa Jenar Wetan. Dan  konon  resepnya hanya orang Ngandul turun temurun yang tahu! Yang akrap dengan nasi peneg juga orang-orang purworejo sebelah kidul (selatan), kalau orang lor (utara) banyak yang tidak tau apa itu nasi penek.
Ada juga cerita tentang terjadinya peneg Ngandul ini, konon katanya modifikasi dari gudeg Jogja yang coklat hitam rasanya manis menjadi putih-merah dengan rasa  pedes dan gurih. Memang tak bisa disangkal  karena Bagelen (Purworejo) dahulu adalah wilayah Kraton Mataram, bahkan nama Bagelen  lebih top dari nama Purworejo, karena dulu nama sebuah kabupaten di  wilayah Mataram.
Lanting jenar, Purworejo memang terkenal dengan lanting, ada banyak farian lanting di kota kelahiranku ini. Cemilan berbahan dasar ketela, sebagian besar dari pati ketela atau parutan ketela yang dibentuk cincin ataupun angka delapan yang digoreng kering dengan rasa renyah. Berwarna putih atau diberi pewarna merah, dan sekarang telah muncul dengan berbagai rasa. Lanting jenar tetap punya tempat tersendiri di lidahku, terbuatnya bukan dari pati tela murni tapi justru trempos (ampas sisa pembuatan pati) sehingga rasanya kecoklatan dan sangat keras terutama jika masih berbentuk lingkaran penuh, tapi jika lingkaran telah pecah rasanya sangat renyah. Sifat aneh ini yang dulu sering kugunakan ngerjain teman sewaktu kuliah. Untuk yang belum pernah makan jika aku beri lanting pasti milih yang masih utuh bahkan gak terima jika aku beri remuaan (yang telah pecah) dan akhirnya protes dengan kerasnya lanting yang aku katakan enak. Ada dua jenis lanting Jenar satu ukurannya kecil dan dijual dengan diikat tutus (tali dari serat bambu), sebenarnya bukan diikat tapi disendati (disatukan dengan memasukkan tali ke dalam lubang lanting) aku gak tahu apa bahasa Indonesianya. Yang satunya lagi berukuran besar dan tidak membentuk bulatan tetapi lonjong, biasa dijual kiloan dengan dibungkus plastik.
Clorot, jajanan pasar khas pesisir Purworejo berupa jenang (seperti jeli) dari tepung, kalau jaman dulu biasa pake pati ganyong (Canna sp.) tapi pati ganyong semakin langka sehingga sekarang banyak yang menggunakan tepung terigu, rasanya manis gurih karena mengandung santan dan diberi gula merah. Yang khas dari clorot adalah bungkusnya, terbuat dari janur (daun kelapa muda) yang dibentuk lilitan seperti trompet. Untuk menikmati clorot tidak perlu menbuka bungkusnya, cukup tusuk bungkus dari bagian bawah dan bungkus janur akan melipat dengan sendirinya.
Kue lompong, kue ini sudah jarang ditemukan di pasar Jenar tatapi masih banyak dijual di toko oleh-oleh sepanjang Purworejo, kuenya berwarna hitam dengan bungkus klaras (daun pisang kering), warna hitam pada makanan ini berasal dari pewarna alami daun lompong (batang tanaman sejenis talas) dan juga sari dari abu uman (tangkai padi yang dibakar)
Tempe bengok bacem, sejenis tempe dengan bahan baku biji bengok yang dimasak sengan cara di bacem atau direbus dengan bumbu-bumbu dan gula jawa. Pohon bengok termasuk pohon kacang-kacangan yang merambat dengan daun seperti daun bengkoang. Biji bengok muda berambut halus dan sangat gatal yang biasa sisebut krawe, cara pembuatan tempenya tidak jauh beda dengan pembuatan tempe kedele.
Growol, rasa makanan ini sebenarnya enak tetapi aromanya sangat tidak saya sukai. Jenis makanan fermentasi yang konon sangat baik untuk kesehatan saluran pencernaan. Dibuat dari ketela kupas yang direndam dalam air hingga berbau busuk dan lunak, ketela yang telah lunak kemudian dihancurkan dengan tangan dan ditiriskan. Setelah itu di cetak membentuk bongkahan besar yang biasa disebut ompak karena bentukknya seperti penyangga tiang pada rumah joglo dan dibungkus daun pisang lalu dikukus hingga matang. Growol biasa dinikmati dengan urap kelapa, makanan ini juga biasa sigunakan sebagai makanan utama bagi orang daerah purworejo yang sedang puasa mutih (puasa tidak makan nasi dan garam, biasanya dilakukan pada bulan suro).
Gathot, juga terbuat dari ketela yang difermentasi rasanya kenyal dan tidak berbau seperti growol. Bedanya ketela di kokrok (diparut besar-besar), cara fermentasinya juga dengan direndam air tetapi tidak sampai hancur dan ditiriskan beberapa hari sehingga warnanya kecoklatan. Pengilahannya juga dengan dikukus.
Dawet ireng, minuman yang sedang naik daun di purworejo ini juga dapat ditemukan dengan mudah di pasar jenar dengan harga yang terjangkau. Jika anda beli di sepanjang jalan utama Purworejo satu porsi berkisar 5.000 hungga 10.000 rupiah, di pasar jenar dawet ireng bisa diperoleh dengan harga Rp 2.000 jauh lebih murah dengan rasa yang mantap.

Selain makanan – makanan diatas sebenarnya masih banyak makanan tradisional yang bisa didapatkan di pasar jenar. Jika anda ingin berburu panganan tradisional Purworejo tidak salah jika mendatangi pasar Jenar, tapi jangan kesiangaan karena pasar ini hanya rame di pagi hari, apalagi jika musim panen padi jajanan pasar banyak diborong untuk bekal ke sawah.

2 komentar:

  1. Iya mbak, bener2 ngangenin. Aku kl ada sodara dr purworejo selalu minta dibbawakan penek bu carik ngandul. Dibekukan, trus dibawa pk cooler. Lumayan, smp bogor masih enak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. sekarang kuliner tradisional semakin jarang ditemui

      Hapus