Pasar Jenar,
terletak di jalan raya Purwodadi - Purworejo tepatnya di desa
Jenar, strategis karena kalau naik angkutan umum bisa langsung turun di
depannya. Seperrti umumnya pasar-pasar tredisional, pasar
Jenar mempunyai hari-hari khusus ‘hari pasar’nya yaitu Minggu, Selasa dan
Jum’at. Terus hari biasa gimana? Hari-hari biasa selain hari pasarnya itu
disebut ’warungan’ artinya tetap ada orang dagang tapi tak se‘pepak’ atau
selengkap hari pasar yang 3 hari itu. Apa yang dijual? Semua ada, dari jajanan
tradisional yang langka nan ndesooo, sayuran, buah, gerabah, gula jawa, sampai baju,
alat dan bibit pertanian, dan hewan ternak. Jika menginginkan produk
lautan anda bisa mendapatkan ikan, cumi, udang, kepiting (tergantung musim)
dalam kondisi segar hasil tangkapan nelayan pantai selatan.
Pasar Jenar
telah mengalami beberapa kali renovasi, dulu sebelum direnovasi lantai
bangau-bangau (tempat berjualan yang dibuat agak tinggi) masih berlapis nekel
tetapi sekarang sudah berkeramik. Jalan di dalam pasar dulu saat aku kecil
hanya berupa batu-batu yang halus disusun landai dan masih tampak
tanah-tanahnya sehingga saat musim hujan di dalam pasar pasti becek, tetapi
sekarang telah diratakan dengan semen sehingga tidak sebecek dulu. Saat aku
kecil di belakang pasar terdapat tanah yang agak lapang, sering kali digunakan
untuk pertunjukan layar tancap.
Di wilayah
Purwodadi - Bagelen sebenarnya ada 3 pasar tradisional yang cukup besar
yaitu: pasar Jenar dan pasar Purwodadi (wilayah Kec. Purwodadi) dan pasar
Krendetan (Kec. Bagelen) . Tetapi di antara ketiganya yang paling rame dan
masyhur adalah pasar Jenar untuk wilayah Purworejo. Mengapa? Mungkin
karena strategis, terjangkau dan murah. Tidak jaug dari stasiun kereta api
Jenar,dan mudah di jangkau dari pusat kota Purworejo. Banyak juga pedagang dan
pembeli berasal dari luar kecamatan seperti dari kota Purworejo, Kutoarjo,
Banyuurip. Ramee gitu. Bahkan ada pedagang dari kulon progo yang berdagang di
pasar jenar.
Yang menjadi
incaran utamaku jika ke pasar Jenar adalah jajanan pasar. Makanan khasnya sego
peneg atau sekul peneg khas Ngandul. Saya juga gak tau, kenapa untuk
wilayah Jenar- Bagelen, makanan ini sangat dinikmati dan sering diomongin oleh
perantau . Padahal apa si sego peneg itu? Nasi, sayur nangka muda bumbu lodeh
biasanya dibungkus daun jati, tempe-ayam, telur bumbu opor putih yang
dapat kita buat sendiri, tetapi akan jadi beda: lebih nyuus kalau itu dimasak
ala Ngandul; nama padukuhan di desa Jenar Wetan. Dan konon resepnya
hanya orang Ngandul turun temurun yang tahu! Yang akrap dengan nasi peneg juga
orang-orang purworejo sebelah kidul (selatan), kalau orang lor (utara) banyak
yang tidak tau apa itu nasi penek.
Ada juga
cerita tentang terjadinya peneg Ngandul ini, konon katanya modifikasi dari
gudeg Jogja yang coklat hitam rasanya manis menjadi putih-merah dengan
rasa pedes dan gurih. Memang tak bisa disangkal karena Bagelen
(Purworejo) dahulu adalah wilayah Kraton Mataram, bahkan nama Bagelen
lebih top dari nama Purworejo, karena dulu nama sebuah kabupaten di
wilayah Mataram.
Lanting jenar,
Purworejo memang terkenal dengan lanting, ada banyak farian lanting di kota
kelahiranku ini. Cemilan berbahan dasar ketela, sebagian besar dari pati ketela
atau parutan ketela yang dibentuk cincin ataupun angka delapan yang digoreng
kering dengan rasa renyah. Berwarna putih atau diberi pewarna merah, dan
sekarang telah muncul dengan berbagai rasa. Lanting jenar tetap punya tempat
tersendiri di lidahku, terbuatnya bukan dari pati tela murni tapi justru trempos
(ampas sisa pembuatan pati) sehingga rasanya kecoklatan dan sangat keras
terutama jika masih berbentuk lingkaran penuh, tapi jika lingkaran telah pecah
rasanya sangat renyah. Sifat aneh ini yang dulu sering kugunakan ngerjain teman
sewaktu kuliah. Untuk yang belum pernah makan jika aku beri lanting pasti milih
yang masih utuh bahkan gak terima jika aku beri remuaan (yang telah pecah) dan
akhirnya protes dengan kerasnya lanting yang aku katakan enak. Ada dua jenis
lanting Jenar satu ukurannya kecil dan dijual dengan diikat tutus (tali dari
serat bambu), sebenarnya bukan diikat tapi disendati (disatukan dengan
memasukkan tali ke dalam lubang lanting) aku gak tahu apa bahasa Indonesianya. Yang
satunya lagi berukuran besar dan tidak membentuk bulatan tetapi lonjong, biasa
dijual kiloan dengan dibungkus plastik.
Clorot,
jajanan pasar khas pesisir Purworejo berupa jenang (seperti jeli) dari tepung, kalau
jaman dulu biasa pake pati ganyong (Canna
sp.) tapi pati ganyong semakin langka sehingga sekarang banyak yang menggunakan
tepung terigu, rasanya manis gurih karena mengandung santan dan diberi gula
merah. Yang khas dari clorot adalah bungkusnya, terbuat dari janur (daun kelapa
muda) yang dibentuk lilitan seperti trompet. Untuk menikmati clorot tidak perlu
menbuka bungkusnya, cukup tusuk bungkus dari bagian bawah dan bungkus janur
akan melipat dengan sendirinya.
Kue lompong,
kue ini sudah jarang ditemukan di pasar Jenar tatapi masih banyak dijual di
toko oleh-oleh sepanjang Purworejo, kuenya berwarna hitam dengan bungkus klaras
(daun pisang kering), warna hitam pada makanan ini berasal dari pewarna alami
daun lompong (batang tanaman sejenis talas) dan juga sari dari abu uman
(tangkai padi yang dibakar)
Tempe bengok
bacem, sejenis tempe dengan bahan baku biji bengok yang dimasak sengan cara di
bacem atau direbus dengan bumbu-bumbu dan gula jawa. Pohon bengok termasuk
pohon kacang-kacangan yang merambat dengan daun seperti daun bengkoang. Biji bengok
muda berambut halus dan sangat gatal yang biasa sisebut krawe, cara pembuatan
tempenya tidak jauh beda dengan pembuatan tempe kedele.
Growol, rasa
makanan ini sebenarnya enak tetapi aromanya sangat tidak saya sukai. Jenis makanan
fermentasi yang konon sangat baik untuk kesehatan saluran pencernaan. Dibuat dari
ketela kupas yang direndam dalam air hingga berbau busuk dan lunak, ketela yang
telah lunak kemudian dihancurkan dengan tangan dan ditiriskan. Setelah itu di
cetak membentuk bongkahan besar yang biasa disebut ompak karena bentukknya
seperti penyangga tiang pada rumah joglo dan dibungkus daun pisang lalu dikukus
hingga matang. Growol biasa dinikmati dengan urap kelapa, makanan ini juga
biasa sigunakan sebagai makanan utama bagi orang daerah purworejo yang sedang
puasa mutih (puasa tidak makan nasi dan garam, biasanya dilakukan pada bulan
suro).
Gathot, juga
terbuat dari ketela yang difermentasi rasanya kenyal dan tidak berbau seperti
growol. Bedanya ketela di kokrok (diparut besar-besar), cara fermentasinya juga
dengan direndam air tetapi tidak sampai hancur dan ditiriskan beberapa hari
sehingga warnanya kecoklatan. Pengilahannya juga dengan dikukus.
Dawet ireng,
minuman yang sedang naik daun di purworejo ini juga dapat ditemukan dengan
mudah di pasar jenar dengan harga yang terjangkau. Jika anda beli di sepanjang
jalan utama Purworejo satu porsi berkisar 5.000 hungga 10.000 rupiah, di pasar
jenar dawet ireng bisa diperoleh dengan harga Rp 2.000 jauh lebih murah dengan
rasa yang mantap.
Selain makanan
– makanan diatas sebenarnya masih banyak makanan tradisional yang bisa
didapatkan di pasar jenar. Jika anda ingin berburu panganan tradisional
Purworejo tidak salah jika mendatangi pasar Jenar, tapi jangan kesiangaan
karena pasar ini hanya rame di pagi hari, apalagi jika musim panen padi jajanan
pasar banyak diborong untuk bekal ke sawah.
Iya mbak, bener2 ngangenin. Aku kl ada sodara dr purworejo selalu minta dibbawakan penek bu carik ngandul. Dibekukan, trus dibawa pk cooler. Lumayan, smp bogor masih enak.
BalasHapussekarang kuliner tradisional semakin jarang ditemui
Hapus