Dawet ireng
Sebagai warga asli purworejo saya saya belum menemukan bagaimana dawet ireng ini menjadi identik dengan kabupaten Purworejo. Saya lahir dan besar di Purworejo, jaman saya kecil penjual dawet ireng tidak banyak. Dawet ini bahkan tidak populer. Dawet ireng baru populer sekitar awal atau bahkan pertengahan tahun 2000an, seingat saya saat lulus SMA (tahun 2003) dawet ini belum populer dan setelah saya lulus kuliah (tahun 2008) dawet ini telah menjamur disegala penjuru purworejo.
Sebenarnya selain dawet ireng ada dawet jenis lain yang tak kalah enaknya di Purworejo, diantaranya dawet pasar baledono dan dawet pikul (entah sebenarnya dawet apa tapi dari kecil saya menyebutnya dawet pikul.
Dawet Pasar Baledono
Dawet pasar Baledono, seperti namanya paling mudah ditemukan di pasar Baledono yang terletak di pusat kota purworejo di lantai 2 bisa detemukan banyak penjual dawet ini. Dawet ini telah saya kenal dari masih kecil, bahkan juga menjadi kesaksian kenakalan saya sewaktu SMP. Hampir setiap bolos sekolah yang dituju adalah dawet pasar baledono. Kekhasan dawet ini malah melebihi dawet ireng. Di dalam dawet tidak hanya berisi cendol (warna cendol biasanya bermacam - macam) melainkan juga terdapat cincau hijau, tape ketan (biasanya berwarna hijau dengan pewarna alami daun suji), santan, juruh (nira kelapa yang dimasak dan hampir menjadi gula/kalau sekarang dibalik: dibuat dari gula jawa yang dipanaskan hingga mengental) dan yang paling sering dianggap aneh karena ditambahkan bubur sumsum (bubur tepung beras). Karena bahannya yang bermacam - macam dawet ini juga biasa disebut dawet campur. Karena dawet ini telah saya kenal akrab sejak kecil, saya lebih menganggapnya sebagai dawet asli purworejo bila dibandingkan dengan dawet iteng.
Dawet Pikul
Dawet ketiga, dawet pikul. Dawet ini sudah tak pernah saya temukan lagi. Dulu dawet pikul biasa dijajakan berkeliling, seperti namanya juga, dijajahkan dengan cara dipikul. dawet diletakkan pada wadah yang terbuat dari tanah liat. Dawet pikul cukup seberhana seperti halnya dawet ireng hanya biasanya cendolnya berwarna jernuh. Pedagang dawet ini ada yang pedagang tetap dan pedagang musiman. Pedagang musiman hanya berdagang disaat musim panen tiba. Saat panen, buruh pemetik padi (disebut derep) biasa membeli dawet dengan cara barter, membayar dawet dengan padi sehingga pedagang dawet saat berangkat membawa dawet ketika pulang membawa padi.
Ada satu lagi dawet yang mulai tren di Purworejo, dawet ganyong. Bagi saya dawet ini tidak istimewa karena saya saat kecil mengenal dawet ya terbuat dari pati (amilum) umbi ganyong (Canna sp ) lain dengan dawet kini yang terbuat dari tepung terigu. Entah kalau di daerah lain, karena di daerah lain saya tidak menemukan ganyong sebagai makanan (hanya sebagai tanaman hias).